Mengerti Yang Tidak Mudah
05.44 | Author:
Kemarin ada teman yang ngajak aku untuk ngekost bareng. Tadinya aku nggak terlalu ngeh, tapi aku nggak enak, dan akhirnya mau juga. Dulu udah pernah sich, pas semester pertama, kost satu kamar berdua, tapi setelah itu aku lebih nyaman sendiri, walau kadang kesepian.
Hari-hari pertama aku nggak masalah, masih basa-basi. Maklum, sebelumnya dia bukan teman akrabku. Semakin hari, semakin hari, dan sampai hampir satu bulan, ternyata ada begitu banyak hal yang sangat tidak membuatku nyaman. Bukan masalah serius, tapi ternyata jadi serius juga sebenernya buatku. Selama ini, aku kira aku adalah tipe orang yang tidak terlalu rapian, walau nggak jorok-jorok banget sich. Nah, ternyata partner-ku yang satu ini lebih parah dari aku. Aku sering banget dongkol dalam hati, tapi mau gimana lagi? Sering banget aku ngajak dia secara halus buat nata & ngrapiin kamar agar lebih "manusiawi", yaitu kalau dia nggak ada, aku rapikan dan aku tata, tapi dia nggak ngrasa juga ternyata (sebal dech). Pernah juga aku negur dia dengan cukup "vulgar" menurutku. Waktu itu dia abis selesai makan, dan rupanya piring bekas dia makan belum dicuci sampai pagi. Langsung saja kuraih piring itu (ceilee), dan segera kucuci di depan mata kepalanya sendiri. Dia sempat shock sich kayaknya, tapi hari selanjutnya belum banyak berubah juga. Selain kemproh, dia juga grasa-grusu. Saking grasa-grusunya, sampai hp-ku jadi korban, "kluthak" jatuh dari meja. Untung nggak error!.
Nampaknya aku harus mulai menerima keadaan ini, karena aku nggak sanggup untuk berontak, setidaknya aku nggak akan berontak dengan kata-kata kasar di depan dia. Mungkin kalo udah nggak tahan, aku akan pindah kost secara mendadak.
Kesimpulannya adalah, mengerti dan menerima kebiasaan orang lain yang beda dengan kita adalah tidaklah mudah. Mengerti memang nggak mudah! Aku sendiri nggak tau, dalam situasiku ini, sampai dimana kapasitasku harus mengerti, dan nunjukin sikap. Tapi aku sedang belajar untuk mengerti dan lebih mengerti orang lain. Setidaknya, aku nggak mau terjebak lagi dalam emosi yang penuh tempramen tinggi. Kalaupun harus nunjukin sikap, akan aku tunjukin dengan cara yang lebih elegan.
Semoga saja bisa saling sadar aja, karena akupun banyak kekurangan. Kita semua masih penuh kekurangan.

|
This entry was posted on 05.44 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: